Berbicara tentang nasib manusia ,ada beberapa persoalan yang rnuncui , antara lain:
- Apakah manusia itu bebas menentukan nasibnya sendiri , tanpa turut campur Allah ? atau
- Apakah nasib manusia itu sudah ditentukan Allah sehingga manusia tidak bebas lagi menentukan nasibnya sendiri?
Seandainya manusia itu bebas menentukan nasibnya sendiri , mengapa manusia tidak bisa memilih siapa yang akan menjadi ayahnya dan siapa yang akan menjadi ibunya? Mengapa manusia tidak bisa memilih kebangsaannya sendiri ingin menjadi Jepang atau Amerika, menjadi Inggris atau Belanda? Mengapa manusia tidak bisa memilih tempat lahirnya sendiri, di Jakarta ,di Semarang atau di Surabaya? Mengapa manusia tidak mampu mencegah kematiannya sendiri ,sekalipun hasrat hati ingin hidup terus?
Sebaliknya bilamana manusia tidak bebas menentukan nasibnya sendiri , sehingga bagaimanapun juga usaha dan kerja keras untuk merubah nasibnya tidak akan bisa karena sudah ditentukan sebelumnya. Kalau demikian, apa artinya Tuhan memerintahkan orang untuk berbuat baik dan meninggalkan perbuatan buruk. Apa perlunya Tuhan memberikan petunjuk dan ajaran-Nya untuk ditaati dan dipatuhi. Menaati atau menolaknya sama saja, karena sudah ditentukan sebelumnya. Demikian juga , apa maksudnya kalau kemudian Tuhan berfirman:
Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Ketentuan nasib atau yang lebih dikenal dengan istilah takdir, terdapat dua aliran besar yang cukup dikenal dikalangan masyarakat Islam, yaitu: Aliran Jabariyyah dan Aliran Qadariyyah.
Aliran Jabariyyah, Jabariyyah berasal dari kata jabbara yang artinya memaksa dipaksa atau terpaksa. Aliran ini disebut Jabariyah karena mereka beranggapan bahwa baik-buruknya nasib manusia itu sudah ditentukan oleh Allah, sehingga manusia dengan terpaksa harus menerima semua yang sudah menjadi nasibnya. Manusia hanya melakukan saja apa yang sudah ditentukan, karena semuanya itu sudah diprogram oleh Allah. Dapat dikatakan bahwa semua perbuatan manusia itu merupakan paksaan dari Allah. Manusia tidak bisa berbuat selain apa yang sudah ditentukan, karena memang sudah menjadi takdirnya.
Jika paham/ aliran seperti ini dijadikan pegangan tentu keadilan Tuhan akan dipertanyakan. Terutama kaitannya dengan dosa dan siksa, soal amal shalih dan pahala. Bila semua aktivitas manusia itu Allah yang menentukan, sedangkan manusia hanya tinggal menjalankan seperti ibaratnya wayang kulit yang terserah apa kehendak dalang, maka di manakah letak keadilan Tuhan jika kemudian manusia harus menerima siksa karena telah berbuat dosa atau menerima pahala karena telah berbuat mulia? Padahal berbuatnya dosa dan berbuatnya mulia, Allah sendiri yang menetapkannya.
Dahulu ada seorang pengikut aliran Jabariyah yang mengawini anaknya sendini. Kemudian ketika orang itu ditanya “–Apakah perbuatannya itu tidak melanggar aturan agama? “Maka dengan enteng orang itu menjawab: “- Melanggar atau tidak melanggar itu bukan urusan saya, karena saya ha nya tinggal melakukan saja apa yang sudah ditakdirkan/ ditetapkan Allah.”.
Banyak bahaya yang akan timbul apabila paham ini kita ikuti, karena orang tidak lagi mau mengakui adanya usaha atau ikhtiar. Manusia hanya pasrah, tidak mau menggunakan akal pikirannya sebagai sarana yang dianugerahkan Allah agar digunakan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk.
Aliran Qadariyyah, Kata Qadariyyah berasal dan kata Qadar atau qadrun yang antinya kuasa, atau menetapkan. Disebut Qadariyyah karena mereka beranggapan bahwa manusia itu mempunyai kuasa mutlak atas dirinya sendiri dan atas segala perbuatannya. Manusia bisa berbuat baik dan buruk atas dasar ketetapannya sendiri tanpa turut campur pihak ketiga, termasuk Tuhan.
Menurut mereka Tuhan hanya selaku Pencipta dengan pemberian sarana seperlunya kepada manusia, seperti akal dan perasaan. Setelah itu Tuhan lepas sama sekali terhadap aktivitas rnanusia. Dengan sarana akal dan perasaan itu manusia dibiarkan melakukan aktivitas kehidupan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Petunjuk-petunjuk Allah-pun bisa saja tidak diperlukan lagi. Karena inti dari petunjuk itu sendiri adaalah untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. .Sementara hal itu sudah bisa diatasi dengan adanya sarana akal dan perasaan. Dengan demikian sangat logis dan adil apabila Allah memberikan pahala/ dosa kepada tiap-tiap perbuatan baik/ buruk, karena manusialah yang memilih dan mementukan perbuatannya.
Aliran ini menjadi bahaya ketika diikuti, karena dalam perjalanan selanjutnya para pengikutnya bisa meninggalkan petunjuk-petunjuk Allah yang terdapat di dalam Al Qur’an atau tuntunan tuntunan Rasulullah yang terdapat di dalam Sunnahnya.
Kata takdir berasal dari kata qaddara, yang memiliki arti mengukur, memberi batasan atau memberi ketentuan-ketentuan.
38. Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. 39. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua(QS 36: 38)
... Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.(QS 65: 3)
Manusia diciptakan oleh Allah juga telah ditakdirkan, ditetapkan ketentuan-ketentuan pokoknya, misalnya, orang akan lahir dengan berkebangsaan apa, menjadi anaknya siapa, lahir dari rahirn seorang ibu yang mana dsb. Takdir hidupnya ditetapkan, manusia hidup membutuhkan oksigen membutuhkan sinar matahari, membutuhkan air dsb. Batasan-batasan kemampuannya, misalnya tidak bisa berenang sebagaimana berenangnya ikan di air , tidak bisa terbang sebagai mana terbangnya burung di udara dan lain sebagainya. Takdir atau batasan-batasan seperti itu yang disebut” takdir mubram “. atau “takdir Mutlaq”. Mubram artinya sesuatu yang sudah diputuskan , sesuatu yang sudah final ,sesuatu yang sudah tidak bisa diganggu-gugat. Kalau takdir semacam itu diubah atau direkayasa pasti akan berakibat yang merugikan baik secara psikologis, sosiologis, etika maupun hukum.
Untuk mempermudah mencernanya dan sekedar memancing kemudahan berpikir, kita coba membuat suatu analogi sebagai berikut: Ada seorang pelamar pekerjaan yang diterima lamarannya menjadi karyawan di suatu instansi pemerintahan. Kepada karyawan baru tadi ditetapkan berapa gajinya, ditetapkan juga tunjangan keluarga, tunjangan kesehatan . hari-hari liburnya dan lain sebagainya. Ketetapan semacam ini diibaratkan sebagai takdir mubram, sekedar untuk rnempermudah pemahaman saja, sebagai gambaran suatu ketetapan yang tidak bisa diganggu gugat.
Di samping Takdir Mubram, ada juga yang disebut “takdir Muallaq “ . Muallaq artinya yang tergantung , yang digantunggkan atau yang didasarkan . Takdir muallaq adalah suatu takdir atau ketetapan yang didasarkan atau tergantung atas ihtiyar manusianya. Dalam hal ini manusia wajib berihtiyar dan berusaha untuk merubah keadaannya, dari yang buruk agar menjadi baik atau berihtiyar dan berusaha untuk meraih cita citanya.
Di sini perlunya Allah memberikan sarana yang berupa akal dan perasaan, yang harus digunakan dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Tentu saja berhasil atau tidak suatu ihtiyar tergantung pada pertolongan Allah. Tetapi hal itu tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk berputus asa. Sebab berusaha dan berihtiyar itu sudah menjadi kewajiban manusia. Selain itu kita juga yakin bahwa Allah tidak akan berlaku zalim kepada hamba-Nya.
Kadang kadang memang ada ihtiyar yang baik tapi membuahkan akibat yang buruk. Misalnya, seseorang berjalan kaki di jalan raya. Demi untuk keselamatnya, ia berjalan pelan-pelan dan memilih berjalan disebelah kiri, itupun sudah yang paling tepi. Tetapi diluar dugaannya, tiba-tiba ada mobil nylonong yang dikemudikan orang mabuk, dan orang itu tertabrak sampai-sampai tewas. Tewasnya orang itu, karena Ia sama sekali tidak bisa berihtiyar apa-apa Nah, nasib yang seperti ini terrnasuk kategori “Takdir Mubram “. Mengapa orang harus bemasib seperti itu, hanya Allah Yang Maha Tahu dan lagi Maha
Bijaksana.
Apakah benar nasib manusia itu sudah ada catatannya disisi Tuhan. Termasuk hal-hal yang berlaku didalamnya takdir muallaq, takdir yang ditetapkan berdasarkan perbuatan manusia? Padahal orang itu belum berbuat apa-apa, kok sudah ada catatannya?
Bijaksana.
Apakah benar nasib manusia itu sudah ada catatannya disisi Tuhan. Termasuk hal-hal yang berlaku didalamnya takdir muallaq, takdir yang ditetapkan berdasarkan perbuatan manusia? Padahal orang itu belum berbuat apa-apa, kok sudah ada catatannya?
Ya benar , semua memang sudah ada dalam catatan Allah.Tetapi itu bukan semacam catatan program yang tidak boleh tidak harus dikerjakan oleh manusia. Catatan nasib manusia yang sudah ada di sisi Allah, padahal yang bersangkutan belum berbuat apa-apa itu, sebetulnya hal yang seperti itu hanya sebagai salah satu tanda bahwa Allah itu Maha Tahu, termasuk tahu hal-hal yang akan terjadi kapanpun terjadinya. [SEGORO]
0 komentar:
Posting Komentar