1. pernyataan dengan hati
2. pernyataan dengan lisan dan
3. pernyataan dengan amal perbuatan
Kepada siapa kita harus menyatakan syukur?
Pada prinsipnya segala peryataan syukur harus disampaikan kepada Allah Swt.
12. Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS 31:12)
Walaupun bersyukur itu harus ditujukan kepada Allah, namun hal ini tidak berarti kita tidak boleh bersyukur kepada orang yang menjadi perantara datangnya kenikmatan Allah.
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS 31:14)
Meskipun Al Qur’an menyebut bersyukur selain kepada Allah hanya kepada kedua orang tua kita, hal ini juga tidak berarti kita dilarang bersyukur kepada orang lain. Sebab dalam salah satu haditsnya Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah.”
“Barang siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah.”
Bagaimana cara-cara bersyukur?
Di atas sudah disampaikan bahwa manifestasi syukur itu ada tiga ,yaitu dengan hati, dengan lisan, dan dengan amal perbuatan, maka berikut ini kita sampaikan penjelasannya satu-persatu:
Bersyukur dengan hati.
Bersyukur dengan hati adalah menumbuhkan kesadaran di dalam hati bahwa kenikmatan materil maupun non materil yang kita terima atau yang sedang kita rasakan adalah semata-mata karena karunia dan kemurahan Allah. Sehingga bagaimanapun kecilnya kenikmatan tersebut harus kita terima dengan senang hati tanpa menggerutu apalagi keberatan menerimanya. Sekali-kali kita tidak diperkenankan berkeyakinan bahwa kenikmatan itu diterima karena semata mata atas hasil usaha sendiri tanpa adanya campur tangan Tuhan. Sikap seperti ini, seperti sikap Qarun yang oleh Allah dikategorikan sebagai sikap kufur.
Seseorang yang sedang ditimpah musibah, mungkin bisa jadi tetap bersyukur tetapi bukan atas musibahnya itu melainkan atas pertimbangan hati dan pikirannya, bahwa musibah yang sedang dialaminya itu sebenarnya termasuk musibah kecil dari pada kemungkinan lain yang bisa saja terjadi. Atau dengan kata lain bisa diungkapkan sebagai berikut: Sekalipun tertimpa musibah, namun ia tetap legawa, karena ia tidak tertimpa musibah yang lebih berat dari musibah yang sedang dialaminya.
Kesadaran hati tentang nikmat yang diterima atau nikmat yang sedang dialaminya itu muncul memberikan dorongan untuk menyampaikan pernyataan syukurnya. Ia tergerak melaksanakan sujud syukur sebagaimana tuntunan yang diajarkan oleh agama.
Jadi sujud syukur adalah manifestasi dari rasa syukur yang dilakukan saat hati dan pikirannya menyadari akan anugerah Allah yang berupa kenikmatan, baik kenikmatan lahir maupun kenikmatan batin yang sedang diterimanya. Pelaksanaan sujud syukur, dilakukan sebagaimana sujud dalam shalat, namun cukup sekali saja. Tempatnya bisa di mana saja asal patut. Karena sujud syukur itu bukan bagian dari shalat, maka sebagian besar ulama berpendapat bahwa sujud syukur dilakukan tanpa harus berwudhu terlebih dahulu.
Bersyukur dengan lisan
Bersyukur dengan lisan adalah suatu pengakuan yang disampaikan dengan ucapan atas kenikmatan yang diterimanya atau kenikmatan yang sedang dialaminya. Tuntunan agama mengajarkan kepada kita bahwa pernyataan syukur yang disampaikan dalam bentuk ucapan adalah dengan meengucapkan lafaz: “Alhamdulillahirabbil’alamin”. Artinya bahwa segala puji itu hanya bagi Allah. Segala pujian itu pada hakikatnya memang akan kembali kepada Allah Maksudnya apapun yang kita puji, apapun yang kita kagumi karena yang memberikan sesuatu sehingga kita menjadi kagum itu pada hakikatnya karena pemberian Allah, maka sekalipun tidak langsung sebenarnya pujian itu tertuju pada pembuat atau pemberinya. Disamping itu apabila ada sesuatu yang sebetulnya merupakan kenikmatan, sesuatu yang sebetulnya merupakan keindahan, tetapi ketika secara lahiriyah kita tidak bisa merasakannya , jangan lantas disalahkan bahwa kenikmatan itu bukan kenikmatan, keindahan itu bukan keindahan. Kita harus menyadari hal itu bisa terjadi tidak lain karena kelemahan dan keterbatasan kita sendiri sebagai makhluk, sehingaa sesuatu yang sebetulnya nikmat, menjadi tidak nikmat, sesuatu yang sebenarnya indah menjadi tidak indah dan lain sebagainya.
Bersyukur dengan amal perbuatan
Ketentuan bersyukur dengan amal perbuatan ini berdasarkan adanya perintah Allah kepada Nabi Daud dan Nabi Sulaiman beserta keluarganya yang tercantum dalam Surat Saba’ (34): 13 yang berbunyi:
13. Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakiNya dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Beamallah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.
Yang dimaksud beramal dengan perbuatan pada perintah tersebut adalah memanfaatkan dan memelihara nikmat yang diperolehnya sebaik mungkin sesuai dengan tujuan penciptaannya. Dengan demikian setiap orang yang menerima kenikmatan jangan hanya mau merasakan nikmatnya saja melainkan juga harus mau memikirkan dan memahami apa sebenarnya tujuan yang terkandung dalam pemberian nikmat itu. Sebagai contoh misalnya di dalam Surat An-Nahl Allah berfirman:
14. Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (QS 16:14)
Pada ayat ini AlIah menjelaskan sebagian tujuan diciptakannya laut. Di situ disebutkan bahwa laut diciptakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, agar dari lautan itu manusia dapat memanfaatkan dengan cara mengambil hasilnya yang berupa daging Ikan segar menjadi menu makanan. Dengan kreativitas seni bisa membudidayakan hasil mutiaranya menjadi perhiasan serta menumbuhkan kemampuan di bidang teknik, bisa memproduksi perahu dan kapal sebagai sarana transportasi dan lain sebagainya. Sehingga dengan demikian akan mempermudah membentuk jaringan-jaringan ekonomi, poliik, sosial dan budaya dan hubungan internasional. Kemudian kalau manusia mampu menyadari akan manfaat laut yang begitu besar, tentu akan terdorong hasratnya untuk memeliharanya agar laut tidak rusak , tidak tercemari dan hasil yang dikeluarkan tetap berlangsung lama tidak mengalami kepunahan. Perbuatan atau pengamalan seperti itu antara lain yang disebut sebagai bersyukur dengan amal
perbuatan. Pada akhirnya apa yang dijanjikan oleh Allah tidak mustahil akan terwujud. Allah berfirman:
perbuatan. Pada akhirnya apa yang dijanjikan oleh Allah tidak mustahil akan terwujud. Allah berfirman:
7. Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
(QS 14: 7)
Bagaimana kenikmatan tidak akan bertambah, apabila tiap kenikmatan yang diterima lalu dimanfaatkan, dipelihara, dibudidayakan, dan didistribusikan hasilnya secara merata dengan sebaik-baiknya. Karena hanya bersyukur dengan cara begini yang akan mendapat jaminan bertambahnya suatu kenikmatan.
Tetapi sebaliknya kalau kita tidak menyampaikan syukur dengan cara tersebut, kita tidak memanfaatkannya dengan sebaik baiknya, tetapi jusru mengekploitasinya dengan sewenang-wenang, kita tidak memeliharanya bahkan kita merusaknya, tidak mendistribusikan secara merata tetapi memonopolinya, maka yang demikian itu termasuk berlaku kufur terhadap nikmat Allah, dan akhirnya akan menanggung semua akibatnya yang berupa azab Tuhan. Kalau luput dari azab dunia, tentu tidak akan luput dan azab akhirat yang lebih menyengsarakan Seperti yang dinyatakan oleh ayat di atas.
Sebetulnya manusia tidak akan mampu bersyukur dengan sempurna. Sekalipun hanya bersyukur dengan hati atau bersyukur dengan lisan, sebab semua aktivitas manusia betapapun kecilnya pasti terkandung di dalamnya kenikmatan Allah. Nikmat Allah itu datangnya terus-menerus secara beruntun tanpa henti. Itulah sebabnya Allah memastikan bahwa kita tidak akan mampu menghitung semua nikmat Allah yang kita terima.
34. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).
Oleh sebab itu Rasulullah SAW sendiri dalam kesehariannya tidak Pernah jemu-jemunya mengucapkan Alhamdulillah pada setiap situasi dan kondisi. Lebih-lebih ketika bangun tidur, ketika bangun malam melaksanakan shalat tahajud, ketika berpakaian, ketika habis makan, dan pada beberapa Situasi dan kondisi tertentu lainnya.[segoro]
0 komentar:
Posting Komentar