Limbangan, menjadi tempat pertemuan seluruh Kepala Sekolah Muhammadiyah se Kabupaten Kendal. Agendanya mendengarkan motivasi dari Principle SD Muhammadiyah Sudagaran Wonosobo yang pernah mendapat kesempatan berkunjung ke Tottori University Japan. Dikdasmen Kendal sudah mulai kentara geliatnya dalam meningkatkan komitmen memajukan pendidikan. Prof. Imam Robandi yang menjadi salah satu pemicu semagat gerakan bangkit pendidikan. Imbasnya berbagai agenda dan langkah-langkah strategis mulai diluncurkan oleh Majelis Dikdasmen Daerah. Berkumpulnya seluruh Kepala Sekolah Muhammadiyah pada Sabtu, 7 Januari 2012 di SMP Muhammadiyah Limbangan merupakan bagian dari rentetan agenda penting yang ada.
Pada kesempatan ini pak Turrahman Kepala SD Muhamadiyah Sudagaran membagikan pengalamannya ketika berkunjung ke Negeri Matahari. Orang Muhammadiyah harus membiasakan diri untuk berbagi, bukan saja harta yang dimiliki namun ilmu dan pengalaman harus senantiasa di-share kepada orang lain. Diawal pembicaraan, beliau menampilkan slide berupa gambar puluhan anak sekolah di Jepang sedang jalan kaki di pagi hari. Bukan kegiatan jalan-jalan pada special moment atau untuk memperingati hari tertentu seperti di Indonesia. Jalan kaki sejauh 3 kilo meter menjadi rutinitas pagi hari bagi warga sekolah ; guru, karyawan, maupun siswa semua wajib jalan kaki menuju sekolah. Tempat pemberhentian kendaraan sudah didesain sedemikain rupa sehingga tidak ada kesulitan menjalankan program ini. Pemerintahlah yang mendesain, yah sudah menjadi kebijakan global di Negara itu. Pendidikan jasmani sudah dimulai sejak dini; diwal waktu, saat keberangkatan ke sekolah dari tingkat SD sampai universitas. Bahkan anak-anak di PAUD dan Tk tidak dibiasakan memakai alas kaki ketika disekolah, alasannya cukup rasional; untuk merangsang pertumbuhan syaraf otak yang berbagai titiknya terdapat pada kaki. Jalan pagi menjadi hemat bahan bakar karena Jepang merupakan Negara yang sangat mengedepankan efisiensi, bahkan disana jarang sekali ditemui jalan berkelok. Hampir semua jalan lurus meskipun harus menembus bukit. Sekali lagi alasannya sungguh rasional; hemat bahan bakar, hemat waktu. Begitulah Pak Turrahman memaparkan.
Jepang menerapkan pendidikan tiga dimensi di semua jenjang pendidikan, yaitu dimensi tubuh, hati, dan otak.
a. Dimensi Tubuh, mengapa tubuh yang menjadi urutan pertama? Kalau tubuh sehat maka otak akan bekerja optimal alasannya. Pendidikan pada kelas rendah di tingkat SD mata pelajaran utamanya adalah olah raga, mencapai 75%. Pendidikan fisik benar-benar dimulai sejak usia dini. Dalam satu minggu kegiatan olah raga sebanyak tiga kali pertemuan. Sekolah menyediakan makanan bergizi. Orangtua berperan aktif mengawal perkembangan anaknya, setiap perkembangan fisik pada anak selalu dilaporkan kepada sekolah. Dalam rangka pembiasaan perilaku cinta kebersihan di sekolah dibiasakan mencuci tangan, berkumur dan gosok gigi setelah makan. Sepatupun harus tiga stel; untuk berangkat, kegiatan di sekolah dan sepatu khusus olahraga. Walau tak hafal hadisnya tapi di sana lebih fasih dalam aplikasi nyata.
b. Pendidikan hati, meskipun terkenal dengan Negara sejuta robot ternyata Jepang sangat mengutamakan pendidikan hati. Sekolah-sekolah di jepang membiasakan siswanya untuk menyapa dengan lantang sembari angguk kepala, memperkenalkan diri sambil membungkuk, menyenagkan tamu, mengucap terima kasih, minta maaf dengan membungkukkan badan hingga 90 derajat, jaga lingkungan, pendidikan antri, sopan berkendaraan, tanggap bencana, dan sopan santun. Di Negara yang sungguh modern ini ternyata masih diprioritaskan dongeng kisah teladan di sekolah, yang mana setelah diceritakan siswa diminta untuk menaggapi. Sungguh sebuah pelajaran untuk berpikir kritis analitik. Kegiatan pemantauan prilaku dan aktifitas siswa di rumah juga konsisten dilakukan oleh guru. Subhanallah walaupun bukan beragama Islam tapi nilai-nilai Islamlah yang mereka praktekkan, bagaimana dengan Negara kita?
c. Pendidikan Otak, barangkali bagaian ini yang sungguh beda dengan di Negara Indonesia tercinta. Di Negara yang baru saja terkena Tsunami ini, pendidikan otak dimulai pada siswa kelas atas untuk SD, yaitu kelas 4, 5 dan 6. Pada kelas ini baru diajarkan calistung. Soal-soal yang diberikan pada siwa focus pada pemahaman dan analisa, bukan hafalan seperti di kita. Materi pelajaran lebih sedikit, anak dimotifasi untuk dapat menghasilkan produk. Setiap karya anak dihargai. Tidak ada siswa tinggal kelas.
sudah seharusnya anak2 diajak utk mbiasakan diri dengan hal2 baik sejak dini... kalo perlu, kita mencontoh pada negara Jepang. pendapat saya, tdk ada salahnya kita mencontoh selama itu utk "perbaikan" diri kita.
BalasHapusdan yang lebih penting, di Jepang bisa melakukan itu semua karena ada dukungan penuh dr pemerintahannya, dan peran serta masyarakat yg luar biasa tentunya.
SEMOGA KITA JUGA BISAA!!